Minggu, 03 April 2011

PRINSIP-PRINSIP ISLAM TENTANG EKONOMI

A. Islam Agama Sempurna

Secara eksplisit, Al-Qur’an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang telah disempurnakan dan telah diridhai Allah SWT (Q.S. Al-Maidah, 5:3). Sebagai agama yang sempurna dan universal, Islam memberi tuntunan dalam segala aspek kehidupan manusia: jasmani-rohani, individual-sosial, spiritual-material, dan dunia-akhirat.

Perekonomian merupakan salah satu aspek yang sangat penting bahkan dapat dikatakan sebagai tulang punggung kehidupan masyarakat, sehingga Islam sangat memperhatikan masalah ini.

B. Landasan Ekonomi Islam

Tuntunan-tuntunan Islam dalam bidang ekonomi diberikan dalam bentuk garis-garis besar agar dapat dikembangkan dan senantiasa selaras dengan segala waktu dan tempat. Azhar dalam bukunya “Garis Desar Sistem Ekonomi Islam” menyebutkan bahwa ekonomi Islam berlandaskan: aqidah, moral, dan yuridis.

1. Landasan Aqidah

Islam menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang dipercayai sebagai khalifah, yaitu yang mengemban amanah Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi (Q.S. Al-An’am, 6:175, Q.S. Hud, 11:61). Pemberian legitimasi untuk memanfaatkan alam semesta ini bagi manusia diimbali dengan kewajiban untuk mewujudkan kebaikan dan kemakmuran serta diiringi dengan larangan berbuat kerusakan. Memanfaatkan potensi alam dan mencari nafkah untuk kebutuhan hidup bukanlah tujuan tapi hanyalah sarana untuk mencari keridhaan Allah semata. Islam juga menganjurkan umatnya untuk beramal dan bekerja.

Harta benda yang dimiliki seseorang tidak akan menimbulkan hak-hak istimewa baginya, begitu sebaliknya bagi yang tidak mempunyai harta tidak akan berkurang hak-haknya dalam kehidupan bermasyarakat. Perlu diingat bahwasannya dalam Islam, harta adalah ujian, yaitu apakah dengan itu seseorang dapat bersyukur atau sebaliknya. Harta bukanlah segalanya, karena Allah tidak membenarkan bagi orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu berarti suatu kemuliaan dan kemiskinan merupakan kehinaan. Semua manusia mempunyai kedudukan yang sama dimata Allah, yang membedakan hanyalah kadar ketaqwaannya (Q.S. Al-Hujarat, 49:13).

2. Landasan Moral

Islam mengajarkan bahwa tangan diatas lebih baik daripada dibawah, dan menilai bekerja dengan niat baik adalah ibadah, tidak boleh terlalu bergantung pada orang lain. Bahkan Islam menilai bahwa makanan terbaik adalah yang diperoleh dari usaha sendiri dan diperoleh dengan cara halal. Islam juga menganjurkan kepada semua umatnya untuk senantiasa memberi jasa kepada masyarakat. Azhar (1998) menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang ekonomi harus disertai dengan syarat-syarat etis agar dapat memenuhi landasan moral, yaitu yang mempunyai syarat kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus halal dan juga harus dilakukan dengan cara yang baik, dalam arti tidak menimbulkan kerugain baik bagi dirinya, orang lain, atau masyarakat luas. Dan juga kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari prinsip keadilan.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis ekonomi Islam sama dengan landasan ajaran Islam pada umumnya, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadis dan Ijtihad. Al-Qur’an memberikan pedoman-pedoman dalam garis besar. Al-Hadis menjelaskan perinciannya. Sedang hal-hal yang tidak dengan jelas diatur oleh keduanya, maka ketentuannya dengan ra’yu atau ijtihad.

C. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Sampai saat ini belum ada kesepakatan ulama atau cendikiawan muslim tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam. Namun dari beberapa literature yang sudah ada, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Allah Pemilik Mutlak

Prinsip bahwa Allah adalah pemilik mutlak atas segalanya didasarkan pada firman Allah surat Al-Najm/53;31 dan surat Al-Hadid/57:7. Dengan demikian, hak manusia atas harta kekayaan dan sumber daya alam terbatas pada pengurusan dan pemanfaatannya saja, sesuai dengan kehandak dan ketentuaan Allah Sang Pencipta dan Pemilik. Selain itu, lama kepemilikan manusia atas suatu barang hanyalah sebatas usianya di dunia.

2. Halal dan Haram

Dalam usaha mencari dan memanfaatkan harta kekayaan, manusia diberi kebebasan menurut kemampuan dan keahlian mereka, asal baik dan halal. Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak merinci pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, namun hanya menyebutkan usaha-usaha yang dilarang, seperti; merampas harta benda orang lain, mencuri, menipu, melakukan penggelapan, menyuap dan disuap, judi, berbuat curang, dan ghasab ( memanfaatkan hak milik orang lain tanpa izin), Rasulullah dalam hal ini bersabda: “Barangsiapa menghasab sejengkal tanah, akan Allah kalungkan padanya kelak tujuh bumi di hari kiamat”.

3. Larangan Menumpuk Harta

Islam tidak menginginkan adanya penumpukan harta tanpa difungsikan sebagaimana mestinya, karena hal ini dapat mematikan perekonomian. Diawal, Al-Qur’an (Q.S. Al-Baqarah, 2:2-3) sudah disebutkan bahwa: “Menafkahkan rejeki yang telah dianugerahkan Allah merupakan salah satu dari tiga sifat orang yang bertaqwa”. Sebaliknya, Allah akan memberikan adzab pedih bagi yang menyimpan harta tanpa menafkahkannya (Q.S. At-Taubah, 9:34).

4. Jaminan Sosial

Islam menginginkan terwujudnya masyarakat ideal, dimana setiap warganya memperoleh hak-hak dan dengan ikhlas melaksanakan kewajibannya. Sehingga tidak ada warga yang terlantar dan diperlakukan tidak adil. Islam juga menekankan adanya jaminan tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang menekankan hal tersebut, misalnya: adanya hak fakir miskin didalam harta orang kaya, kekachan terhadap fakir miskin adalah penyebab dijebloskannya manusia ke dalam neraka Saqar, orang yangbtidak memperdulikan nasib para buruh, orang yang menghardik anak yatim dan acuh terhadap orang miskin.

5. Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, disebutkan beriringan dengan kata shalat sebanyak 82 kali. Hal ini menunjukkan pentingnya zakat dan shalat dalam Islam. Dalam kehidupan bermasyarakat, zakat mempunyai arti yang sangat penting, yaitu berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan fakir miskin, memperkokoh ukhuwah islamiyah, menghilanghkan kecemburuan sosial, menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, menolong Ibnu Sabil dan orang yang terlilit hutang, dan juga sebagai sarana pemerataan pendapatan.

6. Larangan Riba

Al-Qur’an dan Al-Sunnah dengan tegas melarang praktek riba yang secara harfiyah berarti kelebihan atau tambahan terhadap pokok yang dipinjamkan. Harta yang didapat dari riba tidak akan diridhai oleh Allah. Disamping itu, Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa orang yang memakan riba, jiwanya tidak tentram, karena kemanusiaan mereka berkurang dan dipenuhi oleh nafsu untuk mendapatkan keuntungan. Orang-orang seperti inilah yang akan diperangi oleh Allah dan RasulNya.

7. Prinsip Keseimbangan

Prinsip keseimbangan harus mendasari perilaku ekonomi seorang muslim. Islam menekankan umatnya untuk hidup hemat dan menjauhi keborosan serta meninggalkan perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfaat. Beberapa ayat Al-Qur’an ini menegaskan betapa pentingnya memelihara keseimbangan, baik keseimbangan antara kepentingan dunia-akhirat, pribadi-masyarakat, maupun antara hak-kewajiban.

8. Prinsip Pemerataan

Al-Qur’an banyak memberikan pendapat agar terwujud pemerataan dalam masyarakat. Islam mengakui hasil kerja seseorang. Setiap orang, baik laki-laki atau perempuan akan mendapatkan bagian sesuai dengan usahanya. Islam menganggap kelebihan seseorang dari yang lainnya, baik fisik, mental, dan keuletan maupun yang lain sebagai sunatullah dan merupakan ujian bagi manusia.